Wednesday, March 3, 2010

I N V E S T A S I


Anwari Doel Arnowo – 9 Nopember, 2009
Investasi

Saya pernah membaca sebuah cukilan berita di Reader’s Digest pada awal 1990an, yang menyebutkan: Seorang Menteri Keuangan Republik Singapura, melihat melalui kaca jendela kantornya. Kemudian dia memanggil salah seorang staf-nya dan berkata: “Anda lihat ke arah pelabuhan, ada sebuah kapal Yacht melintas di sana. Coba selidiki siapa pemiliknya dan laporkan kepada saya apa dia bersedia mmelakukan investasi di Singapura”
Pada tahun itu seingat saya, Republik yang juga bebendera Merah Putih ini, ditambah bulan dan bintang-bintang di salah satu sudutnya, sudah termasuk negara yang kaya dan maju. Adapun yang menakjubkan saya adalah, pola pikir dan visi busnis pak menteri yang satu ini amat tajam, meskipun telah saya sebutkan bagaimana makmurnya dan kayanya Republik ini.
Apakah para pegawai pemerintah kita mempunyai hal yang sama dengan yang dipunyai pak menteri tersebut di atas? Saya harap saja saya tidak mendapat cap: sok luar negeri, sok membandingkan negerinya sendiri dengan lain negeri yang lebih maju. Terus terang beberapa kali saya sudah pernah menerima reaksi langsung dan berhadapan ketika membicarakan hal-hal lain yang semacam. Reaksi seperti ini karena berasal dari teman dan kawan tentu bukan dalam diskusi serius dan resmi. Teman-teman dan kawan-kawan saya itu sudah seusia dengan saya dan juga banyak yang bekas pejabat di posisi yang lumayan tinggi. Akan tetapi, hal ini kiraan saya sendiri, mungkin sekali dari sikapnya yang menyesali itulah, dia sendiri telah tidak memikirkannya waktu dia sedang menjabat serta  menguasai hal yang dikerjakannya dahulu. Karena menyesali hal itu, dia ingin memotong dan dengan cara menuntaskan serta menghentikan pembicaraan dengan saya seperti dilakukannya. Sebenarya saya kan tidak punya maksud mengolok-olok dia.  
Tetapi saya hanya ingin berkonsentrasi membicarakan  topik yang amat penting. Bagi diri saya, itu semua amat penting demi dan bagi keuntungan bangsa dan negara.
Mungkin sewaktu bertugas dahulu, dia alpa atau saya juga alpa, maka hal-hal yang ingin saya bicarakan, tentu akan masih bisa digunakan bagi para juniornya atau mereka yang lain-lain yang usianya jauh lebih muda dan lebih bersemangat, yang sekarang sedang berada di posisi yang seperti pernah diduduki kawan saya.
Hari ini, tanggal 9 Nopember, 2009, saya baca di surat khabar Straits Times Singapore halaman B 18  di topik MONEY. Judulnya: Billionaire eyes islands beyond Singapore. Penulisnya, Amresh Gunasingham, mengawalinya dengan kalimat:  
He arrived in a whirlwind publicity earlier this year and bought a $15.46 million penthouse at The Sail@Marina Bay condominium. He wants to spend US$100 million (Singapore $140 million) to buy beach resorts in popular spots such as Bintan and Batam and invest in at least four smaller island which remain largely underdeveloped.
The privately owned islands with combined land area of more than 300ha – or two thirds the size  of Sentosa – are north of Batam.
 TERJEMAHAN BEBAS:
Dia datang seperti angin puting beliung pada awal tahun ini dan membeli sebuah penthouse seharga $15,46 juta (Sin.) yang terletak di The Sail@Marina Bay condominium. Dia bermaksud untuk membelanjakan AS$100 juta (Sin.$140 juta) untuk memebeli kawasan pantai resort yang populer seperti yang ada di Bintan dan Batam, dan melakukan investasi sedikitnya di atas empat buah pulau yang sebagian besar masih belum pernah dikembangkan. 
Doktor Modi (Bhupendra Kumar Modi-à photo di bagian bawah dari tulisan ini) adalah seorang pendiri dan Chairman dari Spice Group yang flamboyan, mempunyai perhatian terhadap bidang-bidang bisnis dalam komunikasi sampai dengan entertainment. Berbicara dengan koran Straits Times bertempat di kediamannya yang luasnya 5,834 square feet (1600 meter persegi lebih), pemegang status Permanent Resident Singapura itu mengharapkan peringkat pengembalian modalnya da di sekitar angka 100 persen.
“Saya tidak pernah menyadari hingga saya sampai di daerah ini bahwa pulau-pulau ini amat besar dan dekat sekali lokasinya” kata Dr. Modi, 60, yang pada bulan Mei pindah tempat tinggal ke sini dari Amerika Serikat.  
Dia juga memindahkan Markas Besar Spice Corp yang tadinya berpusat di Mumbai ke Singapura, dan menyisihkan US$200 juta untuk berinvestasi melalui usahanya di sini.
Sampai saat ini US$100 juta sudah dibenamkan ke dalam bidang properti dan perkantoran yang memerlukan penanaman modal sebesar 20  persen di sebuah usaha online telephony bernama MediaRing pada bulan Agustus.
Selanjutnya dia merencanakan untuk mengubah pusat-pusat turis seperti Pura Jaya di Batam menjadi sebuah sorga dunia bagi mereka yang kaya raya dan terkenal dari Hollywood.
Pemikatnya atau daya tariknya?
Kasino-kasino dan villa pribadi dengan kolam renang dan spa. Dia tidak lupa akan membangun sekolah-sekolah dan Rumah Sakit-Rumah Sakit yang lebih baik di pulau-pulau ini. Pemilik Pura Jaya, seorang pelaku bisnis berkebangsaan Indonesia Zulkarnain Khadir, sudah menegaskan keinginannya untuk melakukan perundingan jual beli dengan para investor, termasuk dengan Dr. Modi.
Itulah isi sebagian dari apa yang ditulis di Straits Times hari ini.
Maksud dan tujuan saya menulis ini tak lain dan tak bukan ingin memberi stimulasi kepada rakyat Indonesia, terutama terhadap pemerintah RI agar dapat membantu pihak-pihak yang sedang menjajagi perundingan bisnis. Seperti yang tersebut di atas, ada kata-kata kasino dan fasilitas lain, untuk kelengkapan seluruh bentuk investasinya Dr. Modi. Kata kasino ini, saya duga akan menjadi pemicu konflik dengan adanya undang-undang RI yang melarang segala bentuk perjudian. Demikian juga halnya mengenai tata kelola sesuai undang-undang yang ada dalam penjualan sebuah pulau kepada orang asing. Saya sungguh berharap hal-hal yang menjadi penghalang itu sebaiknya dapat diberi fasilitas yang memudahkan terlaksananya investasi.
Kita semua tau, ada perjudian di mana-mana.
Di kota dan di desa sekalipun. Pemerintah kita tidak dapat mengelola undang-undang yang berlaku. Saya juga pernah menjadi pengusaha yang menetapkan peraturan-peraturan di dalam perusahaan. Setelah pengamatan dan mengalami sendiri bagaimana rumit dan sulitnya  mengelola peraturan, maka saya sendiri pernah mengambil kesimpulan sebagai berikut. Kalau membuat sebuah kebijakan, maka kebijakan itu wajib dikelola – dikontrol dengan benar. Tegas atau kurang tegas, tetapi semua peraturan harus ditegakkan. Kalau tidak mampu membuat kontrol yang benar, maka sebaiknya dicari jalan lain yang baik dan bisa diterima oleh semua kalangan.
Kalau dirasakan perlu maka penghapusan larangan itu bisa saja dilakukan segera. Tidak ada yang begitu kerasnya dan kuatnya sesuatu di dunia ini yang pada ujung akhirnya tidak akan berubah bentuk menjadi lunak dan lemah juga. Prinsip yang dipegang teguh  seteguh apapun akan bisa berubah menjadi sebaliknya. Belajar dari hal ini, aparat-aparat pemerintah yang ada kaitannya dengan soal investasi harus selalu duduk bersama dari waktu ke waktu, untuk mengikuti perubahan-perubahan apapun yang bisa memberikan fasilitas-fasilitas memudahkan masalah investasi dimaksud di atas.
Negeri kita amat perlu investasi dalam keadaan ekonomi yang porak poranda seperti ini dan ingat, kalaupun Indonesia pada suatu saat nanti akan menjadi makmur, seperti halnya Singapura dua puluh tahun yang lalu, masih akan tetap memerlukan investasi. Amerika Serikat dan Jerman serta Jepang pun memerlukannya.
Saya kutip bagi tokoh kali ini, Dr. Bhupendra Kumar Modi berkata mengenai kepindahannya ke Singapura: “Saya tidak saja berbisnis di sini. Saya bisa berbisnis di manapun. Saya di sini karena melihat masa yang panjang di masa depan.”
Kapan ya, kita bisa menjawab dengan menyilakan dan bisa berbangga mengatakan kepada para investor:
“Silakan merasakan kenyamanan berinvestasi dan berbisnis di sini, di negara kami, di: Republik Indonesia!”


Anwari Doel Arnowo – 9 Nopember, 2009




Bhupendra Kumar Modi – diunduh dari Yahoo

No comments: