Tuesday, January 19, 2010

Dialogue with (who)self

Anwari Doel Arnowo
Bicara Dengan Diri Sendiri
18 Januari, 2010.
Saya membaca, tetapi menjumpai banyak hal yang saya baca pada hari ini adalah hal-hal yang sudah saya ketaui atau telah saya baca sebelumnya. Koran Kompas dan satu lagi saya campakkan dan berhenti membaca. Lalu timbul rasa bosan, jengkel dan segan serta malas membaca, maka saya mulai menulis ini.
Saya rasa-rasakan pada waktu-waktu belakangan, saya ini berubah menjadi pemalas, atau saya menjadi penuh dengan rasa jenuh karena rutinitas, yang terasa dijejali dengan dan diberi informasi yang datar dan kurang nyaman untuk dicerna. Di TV dan media cetak dipenuhi dengan berita politik dan sesekali soal agama. Ada perkosaan anak pesantren, ada Polisi Syariah memperkosa, ada aliran sesat agama Islam, ada pembakaran gereja di Malaysia dan ada rebonding(rebounding? Yang mana sih??) rambut, yang mau dikeluarkan Fatwa oleh MUI. Dua hal (politik dan agama) yang membosankan, yang saya nilai terlalu menghabiskan waktu rakyat jelata, dan mengganggu waktu kerja mereka dalam mencari nafkah. Kurang sekali membangun pribadi yang bisa menjadi baik bagi sesama elemen bangsa Indonesia. Apabila yang melakukan reaksi atas kalimat saya ini orang politik, pasti saya dikatakan orang yang tidak peduli bangsa dan lain-lain bentuk ungkapan oleh orang-orang yang chauvinistic, jingoistic, nationalistic, serta superpatriotic. Ya karena hal itu semua memang mungkin terjadi, maka saya siapkanlah mental attitude saya pada saat ini dan untuk masa yang akan datang, kalau benar-benar terjadi reaksi dari mereka itu.
Mengapa saya harus khawatir??
Saya berbicara sendiri lebih lanjut bahwa masalah politik dan agama yang berlebihan itu, disebabkan oleh karena pemberitaannya di media juga amat berlebihan. Apa ukuran pemberitaan yang berlebihan? Jelas sekali saya ini bukan orang yang tepat untuk mendefinisikannya. Saya urut akar masalah persoalannya saja. Wah terlihat panjang juga, ya?
Media menggebu-gebu itu memang karena ada porsi pemberitaan tertentu yang bisa menarik perhatian para pemerhati serta peminat masalah tertentu yang bagi media ratingnya itu tinggi. Masalah seperti pemberantasan tindak pidana korupsi di bidang penegakan hukum sendiri, dilakukan oleh dan terhadap mereka, seperti yang ada di Kejaksaan Agung dan jajarannya ke bawah, Kepolisian dan jajaran-jajarannya ke bawah juga, Pengadilan tingkat biasa, tingkat Tinggi sampai ke tingkat Agung.Sekarang sedang mendesak-desak ke tingkat Kabinet bahkan ke Presiden. Kalau itu semua kita ikuti maka berarti kita ini memberi ucapan selamat datang kepada kepusingan, ke-tidak-mengerti-an dan ke-tidak-nyaman-an. Yang banyak ikut memicu hiruk pikuk dan karut marut masalah yang diberitakan adalah: pembawa berita yang cantik manis, cerdas dan amat pandai memotong bicara orang yang memang sesungguhnya didatangkan untuk berbicara. Yang didatangkan / diundang ini adalah para selebriti politik dan selebriti politikus serta makelar kasus dan pakr ekonomi serta sejenisnya. Para cantik-manis ini bukan main, sering “menobatkan” diri mereka sendiri menjadi hakim, menjadi jaksa Agung bahkan menjadi Kapolri. Narasumber yang mereka datangkan tidak tanggung-tanggung. Ada anggota dpr yang anggota pansus yang sedang bersidang, tetapi beberapa di antara mereka, kok bisa-bisanya, tengah berada di ruangan TVOne serta di Metro TV menjadi narasumber, dari semacam Talk Show atau kumpulan para pengamat dan komentator. Wah, saya heran ada komentator dan pengamat, begitu banyaknya dan begitu seringnya mereka muncul di acara “talk show” atau bincang-bincang santai, hahahihi, melucu yang tidak lucu. Apakah muncul di TV seperti ini sekarang menjadi penghasilan?? Berapa per menit?? Despite / regardless pentingnya yang dikemukakan banyak yang mempertaruhkan reputasinya dan kualifikasinya selaku narasumber banyak bidang. Para cantik manis inipun lihai dan amat pandai memandu percakapan, mengarahkan agar tercapai target tertentu dalam membentuk opini orang yang menontonnya. Mereka menanyakan kira-kira apa yang akan menjadi keputusan Pansus, sedangkan sidang-sidang Pansus masih baru saja sedang dimulai pada tahap awal, eh malahan mereka bertanya: “Bagaimana pendapat narasumber” yang juga anggota dpr yang terhormat. Terlihat cara-cara mereka ini hanya karena ingin memasukkan kata-kata mereka ke dalam mulut (put words into their mouths) para narasumber itu untuk dianggap seakan-akan ideanya datang dari para narasumber itu tadi. Wah ini reporter atau anggota Bareskrim? Reporter atau Jaksa Agung?? Dan apakah wartawan pelapor atau jaksa atau detektif?? Saya setuju yang dinilai sebagai demokrasi yang kebablasan itu benar yang begini ini. Larry King pernah beberapa kali melakukan yang sama, tetapi mereka ini kan bukan kelasnya Larry King?
Para cantik manis ini dipasang oleh para pemilik media TV untuk menaikkan peringkat rating siaran TV dengan menyajikan berita, apa itu trash-sampah, bad news maupun good news, apapun bentuk beritanya harus sampai kepada pemirsa. Apakah pemirsa akan terbius pikirannya, akan tersinggung, atau akan gelisah dan duka cita karena berita tadi, the heck with it. Mereka, para pelaku media ini menyiarkan berita yang penting menaikkan rating, apa itu berta live berita tawuran mahasiswa di seluruh Tanah Air, yang menyulut masyarakat menjadi benci satu sama lainnya??
The heck with it – peduli setan!!
Kalau rating sudah naik, apa yang didapat oleh media?? SPONSORSHIP. Para sponsor ini terdiri dari perusahaan-perusahaan yang siap bersedia membayar biaya promosi yang tinggi untuk siaran-siaran berita atau sinetron dan siaran hantu-hantuan atau selebriti yang kawin cerai serta lain-lain hal yang menarik hati pemirsanya. Apakah siaran seperti ini bisa menyesatkan jalan pikiran orang menjadi tidak sehat?? The heck with it!
Hampir pasti setiap orang kalau ada kamera TV yang sedang shooting atau sedang on di manapun, pasti menongolkan mukanya ke arah ke mana kamera dihadapkan. Orang itu bisa hanya rakyat biasa, Satpam, anggota polisi malah orang lewat sekalipun akan berhenti dan melongokkan mukanya yang merupakan bagian depan dari kepalanya ke arah lensa kamera.
Eh, bukankah itu normal?
Apalagi selebriti, anggota dpr saja masih perlu, di luar acara sidang pansus, berada di depan kamera di studio TVOne dan Metro TV.
Tidak ada larangan kok. Apa betul??
Apakah saya sudah boleh membaca lagi??
Masih mau atau masih pilih-pilih??

Anwari Doel Arnowo
Senin, 18 Januari 2010