PARDON ..
Anwari Doel Arnowo – 12/02/2010
Pardon! Itu bentuk kata seru orang Barat (Inggris atau Prancis) kalau kaget.
Ampun! Itu kata seru orang
Gusti juga dipakai orang suku-suku lain seperti
Ekspresi kesemuanya bersifat minta ampun.
Minta ampun kepada siapa saja, belum tentu secara sadar anda tau!
Kalau anda tersenggol orang lain di sebuah jalan yang ramai, begitu tersenggol badan, anda, secara refleks, anda mungkin karena terkejut juga, akan mengucapkan Maaf ! atau Ampun! Tergantung nuansa perasaan hati anda waktu itu.
Orang
Eh, jangan marah dulu.
Saya mengatakan ini karena saya mempunyai pengalaman paling banyak adalah hanya dengan orang
Inti dari semua itu adalah gejolak hati kita sebagai reaksi atas kejadian di luar kemampuan prediksi mental kita. Bisa tersinggung dan marah. Menurut pengalaman banyak orang yang seperti ini, membekas di dalam hati kita secara berlebihan, lalu berkelanjutan, sebagai akibat kita tidak mampu mengendalikan emosi kita.
Entah mengapa pada hari ini saya ingin mengemukakan apa yang terjadi kepada kesadaran saya pada saat ini. Saya mulai kalimat tulisan ini dengan pokok pembicaraan makna atau arti sebuah kata: m a a f, tetapi sebenarnya saya khususkan hanya bagi diri saya.
Siapa yang harus dimintai dan siapa yang harus diberi??
Saya merasakan tidak harus kepada seluruh dunia saya minta maaf, tetapi saya telah sejak lama sekali berusaha sebanyak-banyaknya, justru kepada banyak pihak lain, saya memaafkannya. Hal ini saya lakukan baik ada yang meminta atau tidak meminta bahkan saya tau dia pura-pura lupa.
Banyak kejadian yang membuat saya tidak suka, tidak nyaman, sengaja atau bahkan tidak sengaja, membuat saya kesal, marah tak terhingga, tetapi begitu sadar, segera saya maafkan saja. Ini tidak saja kepada orang lain dan hal dari luar tubuh saya sendiri, akan tetapi juga yang berasal dari dalam pikiran saya sendiri. Terhadap perbuatan-perbuatan saya sendiri di masa-masa yang telah lalu yang saya sadari atau tidak saya sadari.
Saya telah pernah berbuat tidak bijaksana dan telah tidak menyadari bahwa hal seperti itu sebenarnya tidak patut ditindakkan, tetapi telah terjadi, tanpa daya saya menghapusnya dari sejarah kelam saya. Bagi saya gerakan memaafkan saya sendiri itu telah membuka sebuah pintu lebar-lebar.
PINTU? PINTU YANG MANA?
Itu adalah sebuah pintu yang selalu saya kunci dari sebelah sini, di mana di balik pintu itu telah saya simpan semua yang berasal dari perbuatan salah saya. Saya buka pintu, ini terjadi saya lupa bilamana, pada suatu saat yang telah lalu, dan saya melongok ke dalamnya.
Sekarang setelah berkunjung ke ruangan itu, saya merasa bertambah lega, bertambah rasa ringan beban apapun yang tanpa terasa selama ini telah menghimpit saya.
Bagi yang tidak bisa memahami apa yang saya alami, saya coba menerangkannya sebagai berikut. Dengan memaafkan diri sendiri baik terhadap perbuatan yang baru-baru ini maupun yang telah lama di masa lalu, itu semua akan melalui sebuah proses sebelum memaafkan diri sendiri.
Apa proses terpentingnya? Bagian mana?
Itu adalah bagian bahwa diri sendiri mengakui kesalahan diri sendiri yang telah saya pahaminya sekarang. Pengakuan dosa atau kesalahan tidak harus melalui siapapun orang lain, sepanjang dia berbentuk manusia. Pengakuan dosa akan terasa lebih efektif adalah yang kepada diri sendiri.
Bila tahap ini selesai, bila dirasakan perlu dan masih sempat, mintalah maaf kepada mereka yang kita merasa sudah berbuat salah. Itu akan melegakan banyak pihak.
Sekitar 13 tahun yang lalu saya bertanya kepada saudara-saudara kandung saya yang jumlahnya sembilan orang, satu per satu, apakah saya masih bisa memperbaiki kesalahan saya, kalau ada? Kalau bisa diselesaikan dengan kompensasi berupa materi, saya akan upayakan dan kalau tidak bisa, saya juga menyatakan bersedia meminta maaf dengan kata-kata secara langsung dengan berhadapan muka. Saya tambahkan pula, bahwa kalau ada di antara mereka yang enggan atau sungkan, saya silakan untuk menulis langsung kepada saya. Saya tunggu sampai lebih dari satu tahun lamanya kemudian, tidak ada
Saya ceritakan ini karena saya yakin bahwa apa yang saya telah sikapi seperti kisah-kisah di atas, pasti banyak dirasakan orang lain, baik senior maupun junior. Kalau sudah ada pemikirannya, itu sudah baik. Tindak lanjutilah seterusnya, jangan lagi terlalu menyesali masa lalu.
Beban akibat sejarah bisa dikurangi dengan meringankan beban pribadi terlebih dahulu.
Anwari Doel Arnowo
12/02/2010
No comments:
Post a Comment