Monday, October 26, 2009

Kehormatan dan gengsi itu ada di awang-awang, kan?

Anwari Doel Arnowo - Selasa, 27 Oktober 2009

Dari Mana?

‘Bapak dari mana?’ tanya petugas di tempat pengisian buku tamu. Saya hanya menulis nama dan tanda tangan saja.

Saya jawab tenang-tenang saja: ‘Dari Kebayoran’. Sesungguhnya saya sudah hampir tergelitik untuk tertawa karena saya tau persis dia itu ingin tau siapa saya ini lengkap jabatan dan titel malah kebangsawanan kalau saja punya, tetapi bukan nama saya. Seperti biasa orang akan dihadapi sebagai ‘siapa’ dia apa ‘apa’ dia. Who is and What is he? Saya bersikap I am what I am. Mungkin karena dia melihat penampilan saya yang sedang berpakaian lengkap jas, kemeja, dasi, celana panjang dan sepatu tertutup, yang semua serasi, dia mulai terlihat gelisah duduknya dan berdiri sambil membongkok serta mencoba membaca nama saya dari posisi huruf yang terbalik dari seberang meja. Gotcha’ – kenak deh lu.

Saya masih ingin menggoda dia terus, saya bilang: ‘Ya ??!’

‘Maksud sssa saayyya Bapak dari instansi mana ?’

‘Saya tidak dari instansi manapun, dari perusahaan manapun!’

‘Pak, maksud saya …..’ Saya tukas bicaranya dengan :

‘Apa kalau diri pribadi sendiri ada larangan, tidak boleh masuk?’

Dia tidak menyangka bahwa saya akan berkata seperti itu dan rupanya tidak ada petunjuk bagaimana harus bereaksi kalau ada pengunjung yang berkata seperti saya.

‘Yaa, tii tidakkk sih, Bapak … ‘

‘Baiklah, kalau begitu, saya masuk saja, terima kasih, ya?’. Tanpa menunggu kata apapun, saya segera melenggang berlalu, terus masuk ke dalam ruangan. Saya bisa membayangkan mukanya yang melongo, dan saya tidak perduli apapun lagi. Rasain, deh.

Berikut ini lain lagi.

Ada yang sudah biasa memanggil orang lain, meskipun tau bahwa namanya adalah Sahibul dengan panggilan pak Kyai, Pak Ustadz, Pak RW, Pak Lurah dan Pak Komandan. Normal nggak?

Menurut saya ini kurang normal, karena nggak enak bagi saya.

Waktu saya terpaksa menjadi Ketua RW, banyak orang memanggil istri saya dengan Ibu RW, dan saya jawab bahwa “jabatan” Ibu RW itu tidak ada, yang benar adalah Nyonya Anwari. Jawaban saya juga sering: “Nama saya bukan RW, panggil saja saya Anwari. Kalau tidak, bisa disangka Erwe itu adalah masakan daging anjing di Manado

Memanggil Bapak dan Ibu saja menurut saya adalah janggal untuk beberapa saat dan tempat. Saya memanggil seorang Tukang Sayur, Tukang Sapu Jalan, Tukang Bangunan bahkan Tukang Becak dengan kamu, sekarang ini, merasa kurang pantas, maka saya panggillah dia menggunakan “atribut” Bapak atau Ibu atau Mas dan Bung. Perasaan saya: takut dikira menghina. Begitulah saya memanggil mereka ini dengan Bapak dan Ibu meskipun saya tau saya lebih tua umurnya.

Sudah mewabah sekali kalau kita sekarang ini memanggil orang lain karena cara kita memandangnya sesuai pekerjaannya atau jabatannya, malah berikut titel kesarjanaannya atau masyaallah kalau disertai titel kebangsawanannya. Waktu sebelum kita merdeka dan beberapa tahun sesudahnya, bukankah sudah biasa kita dengar orang memanggil dengan istilah nDoro Dokter, bahkan mungkin ada juga nDoro atau Den serta Tuan Insinyir (seharusnya Insinyur). Ada juga Ndoro Siten (asisstent) dari Residen sampai mandor perkebunan.

Jangan lupa banyak dari mereka yang dipanggil dengan gelar seperti itu sebenarnya menyukainya juga. Padahal kalau memang menyukai, ada lho tempat-tempat yang seperti itu kalau benar-benar suka dan menghendakinya. Pergilah ke tempat-tempat mewah yang menjual barang mewah, yaitu: Apartemen Mewah, Toko Arloji Mewah dan Tempat Jual Mobil Mewah, Mercedes, Bentley bahkan Rolls Royce serta tempat-tempat yang disebut Customer Service di Hotel-Hotel Mewah. Mau disapa oleh mereka yang berkulit putih? Pergilah ke London atau New York dan San Francisco. Dijamin anda akan dinobatkan menjadi Sir atau Madamme.

Manakala anda pergi ke Tokyo, atau Seoul anda akan disambut dengan kata-kata seperti dikehendaki bahasa Jepang yang isinya berupa sanjungan yang tinggi, meskipun anda tidak mengerti bahasanya.

Kata-kata bahasa Jepang yang berupa sanjungan seperti istilah Okyakusama (お客様 - おきゃくさま ) dan Irrasyaimase (いらっしゃいませ) yang berlebihan halus cara ucap penerima tamunya dan dalam bahasa Korea: Selamat Datang 환영합니다 (hoan-young-ham-ni-da) atau 어서오십시오 (eo-seo-o-sib-si-o) malah disertai badan yang membongkok dan kepala yang menunduk.

Gejala apa itu?

Itu karena seseorang sedang dikuasai oleh ego atau malah alter egonya sendiri yang ingin mencuat keluar dari tubuhnya, tidak mau disembunyikan. Saya juga mengalami liarnya ego saya yang menonjol-nonjol seperti itu, mau nongol melebihi diri saya melebihi tinggi badan saya. Yang seperti ini kalau saya sadar, segera saya lawan dan saya tekan dengan sekuat mental saya. Biasanya setelah saya menjadi seorang senior, hal seperti itu bisa saya kuasai, tingkatnya hampir sempurna. Ego yang seperti ini adalah manusiawi, normal dan bukan sesuatu yang jelek yang terjadi pada setiap saat. Mungkin harus dijuluki dengan Ego baik dan Ego Kurang Baik. Lawan saja yang kurang baik dan manage saja yang baik, sehingga under control.

Kehormatan dan gengsi itu ada di awang-awang, kan?

Anwari Doel Arnowo - Selasa, 27 Oktober 2009

No comments: