ANWARI DOEL ARNOWO
10 Agustus, 2010
RIANG GEMBIRA SAMPAI TUA SEKALI
Mengherankan. Apa? Seseorang mengatakan bahwa saya ini TMI, hanya karena saya lupa kepada sesuatu hal. Apa pula TMI itu? Ternyata itu adalah singkatan dari Too Much Information(terlalu banyak informasi), setelah ditertawai, saya dikatai lagi dengan istilah overloaded (bebannya berlebih). Saya ikut tertawa lepas ... Bukankah saya ulang-ulang di banyak kesempatan yang terlintas, kata-kata yang merupakan favorit: The older I get, the better I was – Makin tua, makin baiklah saya yang dahulu.
Kalau tertawa itu bagus, memang sulit dibantah. Bahwa tertawa, ataupun berteriak kegirangan dengan suara ekstra keras itu amat melegakan perasaan bagi siapapun dia, apakah dia itu seorang miskin, atau yang tua renta dan didera penyakitpun kalau bisa tertawa, pasti sekejap sekalipun akan bergembira. Seperti secercah cahaya matahari di dalam lubang penambangan di bawah tanah. Seberkas sekalipun, sekecil apapun cahaya itu membuat suasana hati akan gembira. Saya telah menelaah dan membaca sebuah artikel mengenai orang yang sudah tua usia, bahwa mereka perlu membuka diri lebih luas dan melebar dan mendengar lelucon-lelucon sehingga memicu tawa yang lepas, pas .. paassss .... Tertawa terbahak-bahak sampai keluar air mata itu membakar sejumlah kalori yang nilai besarannya sampai sama dengan lari jogging sekian puluh meter. Hal-hal yang seperti ini akan bisa mengurangi rasa sepi dan kesepian, bersosialisasi dengan benar dan itu sungguh-sungguh akan bisa menambah usia lebih panjang dan nyaman kehidupannya. Hal ini terbukti dari data-data yang ada dan bukanlah reka-rekaan tetapi diselidiki, dipelajari dengan teliti oleh seorang yang ahli di bidang demography khusus bagi mereka yang disebut The Aged (Yang Sudah Tua). Itu adalah data statistik, jadi tidak memuat bukti-bukti yang nyata secara ilmiah. Saya melihat di halaman Toronto City Hall ada meja dan kursi dari beton yang diduduki oleh orang-orang manula (manusia usia lanjut) yang sedang bermain catur. Ternyata mejanya itu memang sudah dibuat berpetak-petak yang siap bisa dipakai main catur. Di Spadina dimana terdapat China Town (kampung China) saya lihat mereka yang gaek-gaek (bahasa Sumatera Barat untuk tua-tua) masih bermain kartu majang (Mah Yong) yang malah membuat lingkaran berjejal karena termasuk dengan yang ikut berkerumun menonton juga.
Yang amat jelas dan sudah berbukti, semua sifat yang berlawanan dengan hal-hal diatas, seperti bermurung durja, bermuka masam, berfikir negatif, berburuk sangka, dengki dan iri serta dendam kesumat itu sama saja dengan memicu timbulnya penyakit baru atau malah menambah parahnya penyakit lama. Kalau yang seperti ini, sudah banyak buktinya bukan saja secara statistik tetapi secara ilmu biologi, telah pernah ditemukan rangkaian dan urutan kejadiannya. Hal-hal itu semuanya kan menimbulkan kondisi tertekan atau stress. Hindarilah hal-hal negatif dan anda mungkin masih akan bisa dan sempat terselamatkan untuk bisa memungkinkan mengalami mati sambil tertawa ... . Ini saya hanya sekedar berekspresi oleh karena pernah adanya satu seri buku-buku kecil yang judulnya Mati Tertawa Cara Russia (Laughing Out Loud To Death The Russian Way) dan lain-lain bangsa serta bahasa. Mungkin dari semua kematian tidak banyak yang bisa mati sambil tertawa, karena saya selalu ingat bahwa manusia itu lahir dan mati memang mau atau tidak mau pasti akan menangis. Kala waktu lahir yang menangis adalah si jabang bayi, akan tetapi kalau meninggal maka itu adalah mereka yang ditinggalkan oleh almarhum, yang biasa melakukannya, yakni menangisi yang meninggal dunia. Ataukah ada kecualinya?
Ternyata hidup di hari tua itu amat tergantung manusianya masing-masing. Mari kita bicarakan yang berikut ini. Dahulu kala di era kehidupan kakek-kakek kita, demikian juga halnya kakek saya, umur 50 tahun akan sudah terlihat tua dan rapuh, terlihat dari guratan-guratan wajah serta kulit di sekujur tubuhnya. Saya yang sekarang sudah berumur 72 tahun, bukannya tidak mengalami yang seperti tu, tetapi saya sungguh berterima kasih kepada kondisi saya yang masih mampu mempunyai target berjalan kaki per hari sebanyak 5000 langkah kaki. Itu saya setel di pedometer saya yang ada di dalam IPod Nano merek Apple. Dalam beberapa kesempatan saya malah menyelesaikan jumlah langkah yang lebih dari 9000 lebih dan bisa membakar 400 kalori. Sambil berjalan kaki saya bisa mendengarkan musik generasi saya, yang favorit maupun yang populer.
Memang saya boleh saja berbangga, akan tetapi saya tidak bisa terlalu lama berbangga.
Apa pula pasalnya?
Di mana saya berada dan tinggal saat ini di Toronto, Kanada, bukan sekali dua kali saya bertemu dengan manusia segala ras dan asal, berusia jauh di atas saya. Saya lihat di Kantor ONTARIO SERVICES yang melayani semua prosedur formalitas asurasi gratis bagi kesehatan penduduk Ontario, ternyata juga melayani masalah Surat Ijin Mengemudi (SIM). Di dinding di dalam pigura yang bersih dan amat informatif, saya membaca bermacam-macam jenis informasi mengenai segala macam prosedur yang memudahkan pelayanan kepada rakyat. Di antara yang amat menarik bagi saya adalah adanya bagian yang menerangkan bahwa bagi mereka yang berumur lebih dai 80 tahun, masih diberi kesempatan untuk mendapatkan SIM, meskipun harus ditambah dengan pemeriksaan kesehatan tambahan yang lebih teliti. Saya kurang tau persisnya peraturan yang berlaku bagi mereka di Indonesia, meskipun saya pernah diberi tau bahwa SIM di Indonesia tidak akan diberikan kepada mereka yang telah berusia 82 tahun. Tetapi di sini saya menyaksikan mereka yang usianya di atas 80 tahun masih kedapatan sedang mengemudi kendaraan roda empat berupa mobil sedan atau SUV dan juga sejenis sepeda beroda empat, juga khusus bagi mereka yang sudah lumpuh atau tidak kuat berjalan kaki, digerakkan dengan tenaga batere listrik isi ulang. Mereka ini ada di mana-mana, di Kantor, di Kedai Kopi Tim Horton atau Starbuck dan Second Cup, di taman-taman serta di toko-toko buku atau supermarket. Semuanya mandiri, tanpa pengawal seorangpun. Menyeberang jalan yang ramai dan padat, tentu saja di tempat menyeberang yang resmi, lalu meluncur dengan kecepatan lumayan sekitar dua puluh atau tiga puluh kilometer per jam. Semua dilakukan sendiri, naik trotoar, turun dengan lift masuk stasiun subway, naik ke dalam kereta bawah tanah ini, sendirian. Biasanya di kereta luncurnya ini sudah ada tergantung barang-barang yang diperlukannya seperti minuman dan keperluan lain. Padahal sebagian dari mereka ini mungkin 30% jumlahnya adalah orang yang cacat fisik., seperti yang kepalanya terletak miring seperti dialami oleh Stephen Hawking, sang ilmuwan, dan mukanya menghadap ke arah samping, tetapi bergerak lurus kedepan, pandangan matanya melihat, dengan sudut matanya saja melirik terus menerus ke arah depan. Mereka ini biasanya tidak pernah minta dikasihani, tidak merasa harus diistimewakan. Hal ini karena masyarakat sudah tanpa beban, selalu memberi penghormatan kepada mereka, justru karena kondisi cacatnya itu. Yang biasa dan sehat serta non cacat (dulu istilahnya orang normal), selalu siap dan bersedia membuka jalan, memberi peluang, malah mendahulukan bilamana memang bisa melakukannya. Ini saya lihat di Vancouver, di Calgary, Toronto, Montreal, Ottawa dan Quebec City dan di desa-desa, bukan di kota-kota saja, yang manapun yang pernah saya lalui.
Di umur 72 tahun yang saya alami sekarang ini, telah menyebabkan saya beberapa kali disebut oleh orang lain dengan sebutan Young Man, karena yang menyebut saya itu adalah seorang Ibu yang ternyata usianya 87 tahun, yang masih berjalan sendiri. Juga seorang Bapak yang usianya 89 tahun, juga masih berjalan dengan menggunakan kakinya tanpa alat penopang apapun. Dia juga pernah bertempur di atas Negara Jerman ketika menyerbu ke sana, di atas sebuah pesawat pembom (Bomber) yang bertugas dalam masa Perang Dunia Kedua. Mereka memandang saya sebagai Anak Muda. Sampaikah umur saya seperti mereka? Yang memicu pertanyaan saya itu adalah oleh karena saya tidak banyak melihat yang seusia mereka itu di Indonesia, bisa berlalu lalang seperti mereka, bisa berkeliaran di mana-mana dan yang hebatnya adalah: mandiri.
Dua tahun yang lalu saya masih berumur 70 tahun, pada suatu saat saya pernah merasa tua. Tetapi saya ingat bahwa semua manusia di dunia ini, kalau hidupnya wajar-wajar saja, tidak mati karena berperang, karena terserang penyakit atau mati karena bunuh diri, tentu akan mencapai usia yang lebih tua dari ibu yang melahirkannya. Hal ini diyakini karena setiap kali, selalu ada peningkatan kesadaran untuk hidup sehat, mengonsumsi makanan yang bergizi dan bersih serta juga bertambah baiknya kesadaran menjaga lingkungan hidup, serta bertambahnya kualitas obat untuk melawan penyakit. Kekhawatiran bahwa saya akan meninggal sebelum waktu sekarang, itu timbul dan benar terbukti memang sama sekali tidak beralasan. Apa sebab? Ibu saya meninggal pada usia beliau yang mencapai 72 tahun. Apalagi mengingat bahwa ayah saya meninggal pada usianya yang 80 tahun dan ibu dari ayah saya dikirakan pada waktu meninggal dunia pada usia 94 tahun. Aah, berapa sajalah umur saya itu, saya idak perduli, tidak takut untuk mati dan tidak menjauhi atau mengundang mati. Biar saja saya tidak tau, memang kan urusan kematian saya itu, sudah ditentukan, bukan urusan saya. Mau terjadi setelah selesai menulis kalimat ini atau selesai menyelesaikan tulisan ini, saya tidak merasakan ada beban yang tertinggal di tengah perjalanan hidup saya. Seperti yang selalu tercantum nama saya di bawah setiap email, saya selalu menulisi: Flowing like water, avoid big conflicts – Mengalir bak seperti air, menghindarkan diri dari konflik yang besar.
Dalam sebuah tulisan yang lain pada tahun 2007 saya menulis sebuah artikel bahwasanya manusia usia lanjut itu ternyata bukanlah sebuah kelompok yang banyak menghabiskan uang pajak mereka yang masih aktif bekerja. Apa buktinya? Ternyata karena sistem jaminan hidup layak bagi rakyat Kanada itu menganut tata kelola, yang banyak dilakukan di negara lain juga, yakni yang memberi kesempatan kepada siapapun, tanpa batas usia sepanjang masih mampu bekerja normal sesuai usianya, untuk ikut berpartisipasi bekerja dengan mendapat bayaran berupa gaji, atau bahkan yang sama sekali suka rela dan tanpa gaji sepeserpun. Yang terakhir ini diberikan juga kepada mereka yang mau bekerja dari pada terlalu banyak waktu luangnya sebagai antara lain paramedik, perawat, pegawai perpustakaan serta konsultan-konsultan yang memerlukan orang-orang berpengalaman dalam macam-macam bidang. Kontribusi mereka yang bekerja tanpa gaji ini, pernah dihitung dengan teliti berapa besarannya. Ternyata angkanya mencapai empat koma tujuh miliar Canadian Dollar per tahun untuk Propinsi Ontario saja. Anda akan lebih terkejut lagi kalau pada suatu saat bisa mendapakan angka ini untuk seluruh negeri Kanada.
Orang Tua bukanlah benalu, mereka produktif juga ikut membangun masyarakat di sekelilingnya.
Anwari Doel Arnowo
Toronto – 10 Agustus, 2010